Senin, 02 November 2015

Menyaksikan Jejak Kematian

Tubuh tak berdaya, di bawah rumput rebah pun tak mampu bergoyah
Lekat menyerupai asal mulamu, tanah. Hanya angin berdesir yang setia
Menjenguk ruang pertapa di sekitar pemakaman yang lembab
Dan terus meruyak bersama ruang dan waktu, sementara setiap malam tetap di sini
Sebagai burung hantu. Menyaksikan lukisan tanah yang semakin buram dipermainkan musim. Hujan dan kemarau tak mampu mengusikmu untuk berkaca

Gerak-gerik dari empat arah mata angin saat aku kau tiadakan, membuatmu seperti binatang.Yang lapar dan haus, memangsa dan meminum apa saja di depanmu. Bahkan senangnya kamu  mengejar berhala, mengoleksi patung-patung dan batu-batu
Hingga bebanmu membawa pada kematian

Tanah tak berdaya pun kadang menggeliat
saat terjadi gempa. Sia-sia, gumammu tersekat
Ketika angin mengabarkan duka, keguguran daun kamboja
Batu-batu cadas bergulingan, debu-debu berhamburan
Bersama kemarau, dirimu lenyap ditelan bumi  
                                                
AKU TETAP DI SINI
Seketika aku mendengar lolonganmu
Malam-malam yang panjang telah mencekam
Mencekik lehermu tanpa pengampunan
Menanyakan tongkat yang hilang saat tidur panjang
Ketika memulangkanku pada masa silam
Kau diminta pertanggung jawaban
Tapi tetap saja bergeming, terlena dengan wujud-wujud kasmaran
Yang selalu memabukan  dalam petualanganmu
Hingga tersungkur ke titik darah penghabisan

Namun aku masih tetap di sini
Menunggu, mengharap kau panggil
Untuk membangun kembali dunia yang porak-poranda
Oleh gempa peradaban

BINTANG DAN KUNANG-KUNANG
Siumanmu mencoba kedipkan mata, memulihkan
Kondisi yang semerawut, rambutmu yang kusut
Di wajah mayatmu mengingat bintang, serta kunang-kunang
Yang dulu sering temani di pematang saat pulang mengaji
Hinggap di dada, mengisyaratkan titik-titik terang
Mengabarkan bintik-bintik gelap. Dalam pandangan
Untuk perlahan memilah, mana baik buruknya
Yang mesti dijalani, sebelum atau sesudah
Malam mengabarkan kematian

O, bintang dan kunang-kunang yang dulu
yang sempat setia dan pergi
Kini menjelma kembali dengan

membawa harapan yang hilang

(puisi ini pernah dimuat di Pikiran Rakyat 2 September 2012)

Tidak ada komentar:

Popular Posts

Blogroll