Selasa, 28 Agustus 2018

Nenek dan Kucing

Merah basah, lidah kucing itu menjilat menyapu tubuhnya, seakan mengelus bulu telonnya yang agak kotor. Di sampingnya sang majikan terlentang seperti ngorok. Tapi bukanlah kantuk yang membuat sosok itu roboh. Faktor usia, keringkihan akibat suasana alam tak nyamankah?
Jarun jam tamplok di bilik sudah lama tak beranjak, sementara sarang laba-laba membias buram di permukaannya. Suara tokek dan cecak saling bersahutan menunjukkan keberadaannya yang masih eksis. Kucing pun beringas memutar bola matanya yang menyala saat burung hantu bersiklukkluk di pohon randu. Sementara yang terbujur di kasur ampar lusuh ngoroknya tak terdengar lagi.
Mestinya sosok itu terhenyak sebelum kemudian terbangun. Namun yang ini tidak, sosok perempuan itu bablas. Derita, pedih, pengap akibat tindasan, juga beban hidup, menguap. Lesap ke dalam ketiadaan abadi. Kucing pun mengeong beberapa kali, mungkin suatu keganjilan telah terjadi di depannya. Tapi apa daya, kucing ya kucing.
Sementara seminggu kemudian di tempat lain seorang pemburu tokek dihajar massa saat dipergoki tengah meperkosa seorang nenek renta di tepi hutan. Sebelum kemudian di sebuah gubuk ditemukan kerangka manusia dan seekor kucing yang sakit.

Maaf tulisan ini hanya sekadar ide cerpen yang kandas

Tidak ada komentar:

Popular Posts

Blogroll