Selasa, 27 Oktober 2015

Lelaki Patung II

"Hampir seminggu aku tinggal duduk dan tiduran di tukang jahit itu," begitu pengakuan si lelaki yang kelak saya juluki Lelaki Patung itu. Aku hanya manggut-manggut seraya membelai tubuhnya yang kadang menggigil. Dalam kelanjutan ceritanya sempat pula ia ditanya tukang jahit itu 'Tidaklah engkau punya keahlian yang dapat engkau gunakan buat mencari napkah?" tanya tukang jahit itu seakan --mungkin merasa rugi atas makan minum yang
tanpa timbal baliknya. Itu hanya pikiran atas dasar kesadaran si lelaki yang dalam masa  pemulihannya seolah jadi momok si tukang jahit yang sederhana itu..
    "Aku seorang ahli hukum, ahli sastra, penyair yang sempat bercita-cita ingin mati saat puisi itu dibacakan!."
     "Sayang, keahlian dan bakatmu sangat tidak dibutuhkan di kota kami, sehimgga dengan berat hati kami tak akan merespon apalagi sampai angkat jempol untukmu!" Si tukang jahit itu bak mencibir dengan gaya halus, yakni memalingkan muka ke belakang dan berbatuk.
      "Demi Tuhan, aku tak punya keahlian lain selain apa yang telah kusampaikan tadi padamu.!" Ia menatap tukang jahit itu.
       "Coba sekarang persiapkan dirimu, ambilah kapak dan tali sebelum kemudian pergilah ke hutan untuk menebang kayu sebagai mata pencaharianmu. Tapi ada yang perlu dijaga demi keselamatan nyawamu, jangan sampaikan keahlian serta bakatmu sebagai penyair!" tegas tukang jahit itu. Lalu lelaki itu dibekali kapak dan tali dan diserahkannya pada kawanan husus para penebang hutan.
       "Dan aku pun terpaksa pergi bersama mereka ke hutan, dan baru pulang sore hari dengan membawa kayu jualan itu dan hasilnya diserahkan pada tukang jahit itu. Dan kerja sebagai tukang cari kayu itu aku lakukan sampai setahun lebih dua bulan," ceritanya lelaki itu disela mengunyah rebus singkong dan tekokak.
       Cerita selanjutnya, sebelum terjadi hal aneh. ia pergi ke hutan seperti biasanya. Di tengah hutan ia tertarik dengan serumpun kayu di tengah padang rumput. Dibalik rumpun kayu itu ia terpikat oleh batangan kayu berwarna perak, Ia singkap blukar dengan kapak di bagian akar sekelilingnya. Wah, tanpa diduga ada lubang besar serupa pintu masuk goa bak gerbangm bedanya agak menurun. Namun yang ini tertata apik, diluarnya tetap bersemak dan berumput liar. Mungkin sengaja untuk mengelabui orang diluar hak hunian tersebut. Bak ada yang menuntun nalurinya, ia kemudian masuk menuruni tangga yang terbuat dari batu-batu yang tertata apik seperti candi. Lantas berjalan melenggang di dalamnya, ternyata ruangannya sangat luas, seluas pada umumnya bangunan atau istana raja. Yang aneh bangunan seindah itu sepi dari penghuni. Namun tak menampakan kekusaman atau berdebu, harum wangi serta jejak-jejak kaki ada di dalamnya. Oh, ternyata ada seorang gadis cantik berbapakaian bak putri raja. Ia tengah duduk memandang kolam dengan wajah seperti duka. Anehnya gadis bak putri raja itu tak bereaksi apa-apa atas kedatangannya, misal kenapa tidak tersentak atau menjerit atas kedatangnnya yang tak dikenal sebelumnya dengan tiba-tiba.
      Lelaki itu batinnya  menadadak berdosa jika kedatangannya tak sampai membelai rambutnya yang terurai. Sebab putri itu tatapnya demikian sendu, bahkan diresapinya seperti benar-benar tengah menangis dan butuh buaian kasih. "Kamu sendiri disini'' ucap lelaki itu dengan nada bergetar. Sang putri pun mengangguk seraya tersedu. Untuk menjawab segala keraguan, lelaki itu mencoba periksa situasi, seluruh pandangan ia pusatkan ke seluruh ruang bangunan megah itu. Bahkan ia menyempatkan berkeliling mengitari bangunan megah tapi teduh dan tak angkuh itu. Ternyata benar tak ada barang seorang pun situ. Berarti gadis itu benar-benar sendirian?
      Setelah yakin dan berulang gadis itu mengangguk pertanda kejujurannya, bahwa selain dirinya semua telah lama pergi menghilang saat terjadi gempa yang dahsyat. Kapan itu, gadis itu tak bisa menjelaskan secara rinci karena katanya saat gempa dahyat terjadi ia pun tengah tertidur. Namun  lamat-lamat dalam setetngah sadar usai getaran itu, ia mendengar suara teriakan berupa petaka yang berada dibawah tanah. Mungkin mereka telah ditelan bumi setelah terjadi  sistem tumpah isi. Sepertinya istana yang dibuat mengandung karet magnetis dimana posisinya tak akan ikut amblas walau macam bencana dahsyat apapun. Kronologis singkatnya mungkin begitu seperti dituturkan si gadis dalam kata yang terpatah-patah mempilu.
       "Syukurlah kamu selamat." puji lelaki itu tiba-tiba. Namun si gadis tak menampakan binar di matanya, sebab bencana serupa katanya akan kembali menyusulnya dalam waktu dekat. Yang menjadi sesal si putri bukan masalah kematian dirinya, melainkan sebaliknya ia tak akan bisa mati begitu saja. Loh?  "Entahlah, sebagai putri raja saya telah disumpah mereka dengan pengorbanan jiwa raga dan do'a khusuk terhadap Sang Dewa, agar saya tak bisa mati sebelum usia 100 tahun!"
        Lelaki itu hanya termangu mendengarkan cerita si gadis itu. Bahkan ia terpaku di hadapan gadis yang seluruh pakaiannya ditaburi emas permata. Dan ia sempat gagal ketika hendak mencoba meraihnya tatkala tiba-tiba gempa dahsyat menguncangnya, hingga tubuhnya ikut amblas ke dalam tanah(*)

Tidak ada komentar:

Popular Posts

Blogroll